
Mungkin bagi sebagian kalangan yang bermukim di daerah Jatinangor sudah cukup mengenal Singa Depok. Namun, tentu masih banyak juga yang belum tahu, bukan? Nah, Singa Depok adalah jenis kesenian Jatinangor, tepatnya berasal dari Desa Jatiroke Rw 03, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Singa Depok biasanya ditemukan dalam berbagai acara, seperti : sunatan, perayaan 17 Agustus, dan lain sebagainya. Orang yang mempunyai hajatan sering mendatangkan Singa Depok untuk meramaikan hajatan mereka. Kemudian Singa Depok diminta untuk mengarak anak mereka keliling kampung. Arak-arakan seperti ini tentu menjadi perhatian warga sekitar, terutama anak-anak. Maka, kadang-kadang banyak juga anak-anak yang bukan dari keluarga pemilik hajatan, minta naik singa-singaan tersebut.
Nah, properti utama dalam kesenian ini adalah boneka singa yang berupa tandu. Di atas singa itulah, orang yang telah menyewa mereka, didudukkan untuk diarak. Sebuah singa-singaan itu dipikul oleh empat orang. Dan biasanya Singa Depok ini membawa dua singa-singaan dalam setiap penampilan. Sama halnya dengan tarian, kesenian ini juga diiringi alunan musik. Alat musik yang digunakan berupa gong, kecrek, tambur, gendang, kenong, dan lain sebagainya. Layaknya permainan sepak bola, permainan ini juga mengenal pemain cadangan. Jika satu anggota kelelahan, maka anggota lain masuk untuk menggantikan. Dengan bentuk yang demikian kompleks, tentu permainan ini melibatkan banyak orang di dalamnya. Bahkan dalam setiap penampilan, kesenian Singa Depok membutuhkan 28 orang.
Di Jatinangor sendiri jenis kesenian ini memang masih tergolong baru. Ide untuk mengangkat kesenian ini dicetuskan oleh AA Salehuddin (43) bersama pemuda RW 03 Desa Jatiroke pada tahun 2006. Menurut pria yang akrab disapa Saleh tersebut, kesenian Singa Depok sebenarnya memang sudah ada di daerah lain. Namun, lanjut dia, untuk daerah Jatinangor dan sekitarnya, jenis kesenian ini belum ada. Makanya, ia bersama pemuda RW 03 Desa Jatiroke bahu-membahu untuk merealisasikan gagasan ini.
Bermodalkan uang bantuan dari pemerintah sebesar Rp 1,5 juta dan uang kas Rw, mereka mulai mewujudkan gagasan itu. Namun, dengan uang sebanyak itu mereka belum mampu membeli alat-alat yang dibutuhkan. Sehingga untuk pertama kali tampil, Saleh dan teman-teman terpaksa memainkan Singa Depok dengan alat-alat pinjaman.
Kini, setelah tiga tahun berjalan, kelompok Singa Depok yang bernama Geboy ini telah mampu membeli alat sendiri. Saleh mengakui biasanya setiap kali tampil mereka mendapatkan uang sekitar tujuh ratus ribu rupiah. Walaupun demikian, Saleh tidak pernah mematok harga resmi, terutama bagi warga Desa Jatiroke. ”Kami tidak mematok harga kepada yang menyewa kami, apalagi warga Jatiroke. Mereka membayar seridhonya saja, tapi dari saweran kami juga dapat. Biasanya dari uang sewa dan saweran, tujuh ratus ribu dapat lah” ujar Saleh. Uang hasil penampilan itu dibagi rata sebanyak jumlah pemain. Setelah dibagi, jika ada uang tersisa, uang itu dimasukkan ke dalam kas. Uang kas itu lah yang kemudian dipergunakan untuk membeli alat-alat.
Namun, hal terpenting buat Saleh adalah makna dan tujuan dari kesenian ini. Tujuan semula kesenian ini adalah sebagai alat untuk menyatukan warga dan menghindarkan warga dari perbuatan negatif yang tidak berguna serta merusak diri sendiri. ”Sebenarnya ini (kesenian) bertujuan untuk menjauhkan warga dari perbuatan-perbuatan negatif, seperti narkoba dan membuat warga itu bersatu. Kepuasan tersendiri dari memainkan kesenian ini adalah kekompakannya, bukan uangnya. Karena kalau uang, yang kita terima ga seberapa,” cetus Saleh.
Memang, sampai saat ini Singa Depok sangat efektif untuk menumbuhkan rasa persaudaraan warga. Mereka bahu-membahu untuk melestarikan kesenian ini. Biasanya mereka berkumpul satu sekali seminggu untuk latihan. Bahkan jika ada panggilan atau undangan, menurut pria yang bekerja di pabrik ini, dirinya rela izin kerja agar bisa tampil bersama Singa Depok Geboy. ”Saya dan anak-anak yang lain rela izin dari kerjaan biar bisa tampil sama Singa Depok,”cetusnya.
Dari hal di atas dapat dilihat bahwa kesenian tidak hanya sebagai wadah aktualisasi diri ataupun sarana mencari nafkah, tetapi juga bisa menjadi sarana yang sangat ampuh untuk menggalang persatuan warga. Bahkan, kesenian juga bisa menghindarkan warga dari perbuatan-perbuatan negatif yang hanya akan merusak diri sendiri. Semoga kita semua bisa melestarikan kesenian tersebut, agar kerukunan dan kekayaan budaya kita tetap awet terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar